
Burung bidadari halmahera | © KOMPAS/Lucky Pransiska
Mari bergerak mundur ke 150 tahun yang lalu, tahun di mana Alfred Russel Wallace, seorang naturalis Inggris mematuhi takdirnya dan pergi ke sebuah bandar pesisir yang menjadi tonggak lahirnya teori seleksi alam dan konsep imajiner Wallace, Ternate. Dari rumah pinjaman oleh seorang konglomerat Belanda, ia menulis sebuah surat untuk Charles Darwin. Surat itu mengupas teori survival of the fittest, lantas mengguncang para ilmuwan lain hingga dibacakan dalam pertemuan ilmiah di Linnean Society, London.
Dalam pengamatannya, Wallace menemukan garis tak kasatmata yang membentang di Selat Makassar hingga Selat Lombok. Garis itu menjadi batas biologis, bahwa spesies di Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Lombok berbeda satu sama lain. Padahal pulau-pulau itu berdekatan. Menurutnya, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku adalah zona transisi antara Asia dan Australia. Hasilnya, beberapa fauna di kawasan tersebut merupakan endemik. Misalkan anoa dan maleo di Sulawesi, burung bidadari di Halmahera, atau komodo di Nusa Tenggara Timur.
Tak hanya fauna, garis Wallace juga membagi perbedaan flora antara Indonesia bagian barat dan timur. Jika pohon cempaka, jati, mahoni, dan karet tumbuh subur di Jawa, Sumatra, dan Kalimantan, maka pohon sagu, cengkih, kayu manis, dan cendana mengukir nama besarnya di Indonesia Timur. Perbedaan ini lantas melahirkan sajian kuliner yang beragam. Namun, kendati makanan di kawasan Wallacea beraneka macam, tetap terdapat sebuah persamaan. Hal ini merupakan dampak akulturasi antara penduduk dan para pendatang.

Garis Wallace | © 2019 CNN Indonesia
Berangkat dari alasan tersebut, untuk merayakan World Food Travel Day yang diperingati setiap tahun pada tanggal 18 April, maka Omar Niode Foundation dan The Climate Reality Project Indonesia beserta para mitranya menggelar seminar daring yang mengangkat tajuk Jelajah Alam dan Kuliner Wallacea, Minggu (18/4). Amanda Katili Niode selaku Duta Asosiasi Wisata Kuliner Dunia untuk Indonesia mengatakan bahwa Kawasan Wallacea selain kaya akan ekosistem biologis, juga mengoleksi kuliner yang menarik.
Dia mencontohkan, beberapa daerah di Sulawesi ternyata memiliki makanan tradisional berupa sup hitam dengan bahan dasar biji kepayang (keluak) dan rempah-rempah. “Keluak ada dalam komposisi resep pantollo’ pamarrasan khas Toraja, pallu kaloa dan sop konro Makassar, serta tabu moitomo dari Gorontalo,” tambahnya. Ragam kuliner Wallacea juga dipaparkan oleh Meiliati Batubara dari Nusa Indonesia Gastronomy, disusul kisah pengalaman ekspedisi Wallacea oleh Aris Prasetyo selaku jurnalis Harian KOMPAS.
Direktur Eksekutif World Food Travel Association, Erik Wolf, dalam sambutannya menceritakan kesan positif saat berkunjung ke Indonesia. “Saya menikmati kuliner dan bertemu dengan orang-orang yang luar biasa,” ungkapnya. Pada 2003 silam, Erik mendirikan World Travel Association yang kini telah mengukuhkan diri sebagai organisasi kuliner tertua dan terbesar di dunia. “kami memperkenalkan banyak hal melalui konferensi, penelitian, penghargaan, siniar, televisi, dan banyak lagi. Kami juga menjadi konsultan untuk membantu memahami kekuatan wisata kuliner di suatu daerah,” tutupnya.
Menyambung pemaparan Erik, Mohammad Firdaus dari Konsorsium Pangan Bijak Nusantara juga mengupas tentang pangan berkelanjutan yang memperhatikan krisis iklim dan budaya masyarakat setempat. Menurutnya, pangan bijak adalah produk yang diolah secara sehat, tidak mengalami perubahan secara kimiawi, kaya gizi, protein, bernilai budaya, serta berkelanjutan. Untuk mendukung upaya promosi kawasan istimewa ini, Fitria Chaerani menggunakan bendera Campa Tour-nya dan berbagi tips serta kiat-kiat melakukan perjalanan hemat ke Wallacea. Sungguh tajuk yang menuntut banyak rasa sabar di Ramadan yang terik dan kebijakan untuk membatasi segala perjalanan.
Bagaimana tidak, WFTD sejatinya dirancang untuk merayakan budaya kuliner dunia dengan cara bepergian dan menikmatinya secara langsung. Bahkan, setiap tahun tercatat ada puluhan ribu unggahan yang meminjam tagar otentik dan membanjiri laman media sosial. Tapi ini bukan masalah, sebab memilih berdiam di rumah dan menunda segala perjalanan adalah satu-satunya cara terbaik untuk menunjukan empati pada dunia saat ini. Bahwa sesungguhnya perjalanan tidak selalu tentang berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Menarik waktu dan mempelajari masa lalu adalah bentuk perjalanan yang malampaui segala batas.
Untuk terlibat dalam perayaan ini, siapapun boleh berbagi cerita dan pengalaman kuliner dengan menandai akun Instagram @worldfoodtravelassn disertai tagar #WorldFoodTravelDay. “Kami akan dengan senang hati menyukai dan membalas pesan Anda,” janji Erik. Dua jam telah selesai, petang harus pamit tenggelam. Di pekan ketiga pada April yang merindukan mendung, hadirin memadamkan pertemuan. Orang-orang kini berjalan menggunakan mata dan lidah, menelusuri kota-kota, meja-meja, dan catatan sejarah.
7 Comments. Leave new
Really enjoyed the article. The article is extremely An useful read that covers different of this thematic. The author thoroughly approaches the issues discussed, providing the significant knowledge and overview. This article is extremely useful source for all interested.
Harus kesini, itu janji saya
Rasanya keterlaluan. Mengaku orang Indonesia tapi belum pernah ke kawasan Wallacea dan mencicipi kulinernya
Amin! Kabari saja jika hendak ke Ternate ya, Kak. Nanti saya ajak ke situs yang diduga rumah Wallace, berburu kuliner, dan melihat pohon cengkih tertua di dunia.
aku jadi penasaran buat main lagi ke jalur Wallacea ini, Ai.
Sini, balik ke Ternate lagi, Koh. September nanti akan ada agenda Sail Tidore 2021, barangkali bisa jadi alasan untuk datang kembali ke Maluku Utara.
Semoga di saat itu (September 2021) pandemi sudah berlalu ya. Jadi bisa ke Ternate – Tidore untuk mengikuti Sail Tidore. Kepengen banget deh ikut jadi saksi sejarahnya.
Amin, Kak! Saat ini Maluku Utara sendiri sudah masuk zona kuning, alias selangkah lagi menuju provinsi bebas Covid-19. Semoga status ini bisa dipertahankan hingga Sail Tidore 2021 digelar, supaya bisa memberikan rasa tenang kepada setiap tamu yang datang.